Jumat, 02 Januari 2009

PANDAI BERSYUKUR

Entah kenapa pada suatu sore sahabat saya datang mengeluh kepada saya, sahabat ini punya karir yang cemerlang, posisinya di perusahaan bagus dan punya banyak relasi. Dalam perjalanan hidupnya sahabat saya ini merasa sangat bekerja keras mencapai sukses yang dia cita-citakan, disisi lain sahabat saya juga merasa kosong karena tidak menemukan alasan kenapa dia harus bekerja keras seperti itu.
Yang dirasakannya kesuksesannya karena kerja kerasnya sendiri, tidak ada ada orang lain yang bekerja lebih keras darinya, bahkan istrinya sekalipun tidaklah mempunyai arti dalam membangun kesuksesannya. Istrinya memang cuma seorang ibu rumah tangga biasa, punya pekerjaan sambilan yang biasa juga.
Dalam hati kecil saya merasa prihatin dengan sahabat saya ini. Mengapa sahabat saya ini punya pikiran egosentris seperti itu. Dalam pandangan sahabat saya merasa iri dan sering terlintas dalam pikirannya ingin bertukar tempat dengan istrinya, sehingga dia merasa tidak perlu bekerja sekeras yang dilakukannya sekarang dan hanya bekerja "semudah" yang dilakukan istrinya.
Ada hal yang dilupakan sahabat saya ini dalam mencapai kesuksesan, dia tidak perlu memikirkan urusan anak-anaknya, urusan sehari-hari keluarganya semuanya sudah diurus pembantu rumah tangganya sehingga dia juga cenderung kurang menghargai istrinya karena tinggal dirumah dan memiliki pekerjaan yang dianggapnya tidak penting, dan tak lebih dari pembantu rumah tangganya juga. Saya merasa pemahaman sahabat saya ini "masih dalam batas" bisa dipahami karena dia memang lebih banyak memikirkan urusan pekerjaannya. Tapi satu hal yang saya tangkap dari keluhannya, sahabat saya lupa menyadari bahwa istrinya selalu membantu "memudahkan" urusannya agar dia tidak perlu mengalami gangguan dalam pekerjaannya, mendengarkan keluh-kesahnya, memahami kompalinnya dan yang lebih penting mendoakan kesuksesannya. Ibaratnya -seperti bahasa "Kyai" saya- istrinya bersujud "mencangkul doa" supaya sahabat saya bisa "memanen sukses" kelak.
Itu yang tidak pernah disadari sahabat saya itu. Lagi pula mungkin keinginan sahabat saya untuk bisa bertukar tempat dengan istrinya mungkin mudah dilakukan, tapi ada yang dia lupakan juga, rejeki dan sukses yang dia raih tidaklah bisa ditukar, semuanya sudah dibagi oleh Yang Maha Adil. Jadi saya nasehatkan kepada sahabat saya ini supaya dia pandai bersyukur...
Wallohu A'lam Bisshowab ...