Jumat, 01 Mei 2009

LIMPAHAN BERKAH

Sebuah catatan perjalanan yang mengingatkan kita perlunya kembali mengingat hakikat perjalanan hidup.

Sangat takjub sekali ketika suatu hari saya menyempatkan diri mampir ke suatu daerah di Kudus, disana ada masjid Kudus yang terkenal dengan menaranya dan ada makam Sunan Kudus -satu dari sembilan wali yang terkenal-
Selagi berziarah disana, sempat terpikir betapa kecilnya kita, betapa tidak berharganya kita dan betapa kita ternyata tidak memiliki apapun untuk bekal berpulang ke Rahmatullah.

Apa yang sebenarnya kita miliki benar-benar tidak bermanfaat sama sekali ketika kita sudah menghadap Allah. Apa yang kita cintai dan kita miliki di dunia ini tidak kita bawa dan tidak dapat menghalangi kemana kita akan pulang.

Sedangkan Kanjeng Sunan Kudus, bahkan dalam wafatnya pun doa tiada henti mengalir dari para peziarah, setiap waktu orang berdatangan mendoakan kanjeng Sunan.
Alangkah berkah hidup Kanjeng Sunan, akankah kita nanti masih ada yang mendoakan bila sudah benar-benar pulang ....

Kanjeng Sunan Kudus yang sebenarnya bila diibaratkan suatu wadah besar yang sudah terisi penuh dengan air, doa kita ibarat air yang akan terus menambah wadah besar yang sudah penuh itu, kita hanya berharap limpahan air itu akan kembali lagi kepada kita sendiri, memberi kesegaran ...
Insyaallah ...

Sabtu, 21 Maret 2009

INTIMIDASI -seandainya-

Kebiasaan aneh saya adalah suka mengintimidasi.
Entah ini adalah bawaan dari kecil atau bentukan karena pergaulan atau karena lingkungan.
Yang jelas saya selalu punya cara cara agar apa yang saya inginkan -suka tidak suka- orang lain harus melaksanakan.
Saya tidak tahu apakah obyek intimidasi tersebut merasa terintimidasi atau menjalankan dengan no problem.
Saya tidak begitu peduli perasaan obyek intimidasi itu, pokoknya saya punya banyak pilihan (..ngawur bagi orang tertentu) bila tidak bisa memenuhi apa yang saya inginkan.

Kalau saya mengajak si A tidak mau, dengan gampang saja saya mengajak si B. Atau saya sengaja mengajak si C untuk menunjukkan si D tidak berharga.
Saya akan ke A untuk minta sesuatu, dengan mengatakan kalau tidak bisa saya akan ke B didepan si A.

Saya akan mengorek-ngorek ketidakmampuan orang lain untuk menunjukkan bahwa yang lain bisa, saya tidak perlu cara-cara yang sopan dan halus untuk mengatakannya.

Kekurangan bagi saya adalah cacat yang tidak perlu alasan dan pemahaman.

Karena saya adalah intimidation man.


Enak bener ya ... -seandainya-

Sabtu, 14 Februari 2009

BAHAGIA MESKIPUN ...

Sahabat saya yang satu ini memang lain, tak ada kemurungan di wajahnya yang selalu ceria, senyumnya sudah menggaris di wajahnya, sehingga tidur sekalipun dia kelihatan tersenyum.
Pada suatu perjumpaan sempat saya tanyakan kenapa dia selalu kelihatan bahagia.
"Ah kamu ada-ada saja, untuk bahagia kan gampang, gak perlu keluarin duit untuk bisa bahagia, kita semua memilikinya".
Sambil merenungi kata sahabat saya ini benar juga, rasanya bahagia itu adalah hak yang menempel pada kita sebagai anugerah Yang Maha Pencipta pada setiap manusia. Hanya kadang-kadang kita tidak sadar bahwa kita memiliki bakat bahagia, tinggal mengeluarkan saja ...
"Bagaimana caranya?"
Begini kata sahabat saya, untuk mengeluarkan bahagia itu bisa karena sebab dari luar dan dari dalam. Yang dari luar, pertama bahagia "karena" hal buruk, ada temen gagal presentasi membuat kita bahagia, ada boss sakit dan gak masuk kerja kita juga bahagia dll ...
Yang kedua adalah bahagia "karena" hal baik. Kita bahagia karena punya istri cantik, kita bahagia karena habis gajian, kita bahagia karena rumah bagus dll ...
Tapi yang terbaik adalah bahagia karena sebab dari dalam kata sahabat saya itu, kita bahagia "meskipun" ... bahagia meskipun uang gaji habis, bahagia meskipun rumah gak terlalu besar, bahagia meskipun istri tidak cantik, bahagia meskipun dll ...
Saya berfikir ah ... teman saya ini pintar juga bicaranya, meskipun benar rupanya memang hanya satu kuncinya ... "syukur".
Apapun yang kita miliki harus disyukuri, itu semua adalah anugerah dari Yang Maha Memiliki, kita harus menghindari paham "perlekatan" dengan hal-hal duniawi.
Segala sesuatu yang bersifat duniawi harus disadari semuannya tidak abadi, dan bukan milik kita, semua hanya titipan Yang Maha Memiliki yang kalau dikehendaki akan diminta kembali kapan saja apa yang sudah dititipkan kepada kita.
Jadi kenapa harus tidak bahagia ?

Wallohu A'lam Bisshowab ...

Jumat, 06 Februari 2009

SAHABAT YANG LELAH

Baru-baru ini sahabat saya kelihatan tak bersemangat, wajahnya berhenti berekspresi, berbicara sedikit, hanya mengangguk bila ditanya.
Sedikit iba saya mencoba bertanya apa gerangan yang membuatnya gundah.

"Saya sangat kecewa dengan hidup, dunia ini ternyata telah membelengguku menjadi orang yang tak berjiwa, hanya memikir dunia, semangatku hanya untuk dunia, hidupku kuabdikan untuk urusan dunia, kemana aku pergi disana urusan dunia mengelilingi, tak ada waktu untuk jiwaku, tak mungkin kuhentikan petualangan dunia ini, aku menyadari sepenuhnya tugasku di dunia untuk hidup bukan untuk mengahirinya".

"Lho ... " terpana seraya bertanya-tanya saya dalam hati, tumben sahabat pendiam saya ini berkata-kata sangat panjang dan sangat terdengar frustasi, baginya urusan dunia memang sangat membelenggu jiwanya.

Sebagian dari kita memang bagian orang lain, bagian pekerjaan, bagian rutinitas, bagian keluarga, bagian bawahan, bagian atasan, bagian kawan, bagian ...
Hampir tak ada bagian yang untuk diri sendiri, apa lagi bagian dari Sang Kholiq.
Pernahkah kita lima menit saja memprioritaskan bagian jiwa kita ... berfikir sebentar saja bahwa semua yang menjadi bagian kita itu pada akhirnya harus kita lepas, pada akhirnya harus kita tinggalkan, pada akhirnya harus "menghianati kesetiaan" kita.

Sahabat saya ini memang tidak "enjoy" dengan hidupnya, bukan dia tak bersyukur, dia hanya merasa berada dalam lingkaran dunia yang mengungkungnya, mungkin itu bukan kemauannya sendiri, karena saya sangat mengerti sifat sahabat saya ini, didalam hatinya dia sangat sedih karena menyadari kekeringannya, seandainya mampu, sahabat saya ini hanya ingin hidup dengan bagian jiwanya.

Wallohu A'lam Bisshowab ...

Jumat, 02 Januari 2009

PANDAI BERSYUKUR

Entah kenapa pada suatu sore sahabat saya datang mengeluh kepada saya, sahabat ini punya karir yang cemerlang, posisinya di perusahaan bagus dan punya banyak relasi. Dalam perjalanan hidupnya sahabat saya ini merasa sangat bekerja keras mencapai sukses yang dia cita-citakan, disisi lain sahabat saya juga merasa kosong karena tidak menemukan alasan kenapa dia harus bekerja keras seperti itu.
Yang dirasakannya kesuksesannya karena kerja kerasnya sendiri, tidak ada ada orang lain yang bekerja lebih keras darinya, bahkan istrinya sekalipun tidaklah mempunyai arti dalam membangun kesuksesannya. Istrinya memang cuma seorang ibu rumah tangga biasa, punya pekerjaan sambilan yang biasa juga.
Dalam hati kecil saya merasa prihatin dengan sahabat saya ini. Mengapa sahabat saya ini punya pikiran egosentris seperti itu. Dalam pandangan sahabat saya merasa iri dan sering terlintas dalam pikirannya ingin bertukar tempat dengan istrinya, sehingga dia merasa tidak perlu bekerja sekeras yang dilakukannya sekarang dan hanya bekerja "semudah" yang dilakukan istrinya.
Ada hal yang dilupakan sahabat saya ini dalam mencapai kesuksesan, dia tidak perlu memikirkan urusan anak-anaknya, urusan sehari-hari keluarganya semuanya sudah diurus pembantu rumah tangganya sehingga dia juga cenderung kurang menghargai istrinya karena tinggal dirumah dan memiliki pekerjaan yang dianggapnya tidak penting, dan tak lebih dari pembantu rumah tangganya juga. Saya merasa pemahaman sahabat saya ini "masih dalam batas" bisa dipahami karena dia memang lebih banyak memikirkan urusan pekerjaannya. Tapi satu hal yang saya tangkap dari keluhannya, sahabat saya lupa menyadari bahwa istrinya selalu membantu "memudahkan" urusannya agar dia tidak perlu mengalami gangguan dalam pekerjaannya, mendengarkan keluh-kesahnya, memahami kompalinnya dan yang lebih penting mendoakan kesuksesannya. Ibaratnya -seperti bahasa "Kyai" saya- istrinya bersujud "mencangkul doa" supaya sahabat saya bisa "memanen sukses" kelak.
Itu yang tidak pernah disadari sahabat saya itu. Lagi pula mungkin keinginan sahabat saya untuk bisa bertukar tempat dengan istrinya mungkin mudah dilakukan, tapi ada yang dia lupakan juga, rejeki dan sukses yang dia raih tidaklah bisa ditukar, semuanya sudah dibagi oleh Yang Maha Adil. Jadi saya nasehatkan kepada sahabat saya ini supaya dia pandai bersyukur...
Wallohu A'lam Bisshowab ...